Mahabbatullah (mencintai Allah) merupakan fondasi agama Islam. Dengan kesempurnaannya, agama seorang hamba menjadi sempurna. Dan dengan kekurangannya, tauhid seorang hambapun menjadi berkurang. Oleh karena itulah seorang mukmin wajib menjadikan Allah Ta’ala menjadi yang paling dia cintai dibandingkan dengan kecintaan kepada apapun dan siapapun juga.
Bahkan Allah mengancam orang yang melebihkan kecintaannya kepada sesuatu melebihi kecintaannya kepada Allah dan kepada apa-apa yang Allah cintai.
Alloh Ta’ala berfirman:
قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ ”
فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللهُ بِأَمْرِهِ
” وَاللهُ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai lebih daripada Allah dan Rosul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah/9: 24)
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mencintai delapan perkara ini merupakan fithroh dan naluri manusia. Akan tetapi mencintainya tidak boleh melebihi kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh rohimahulloh (wafat th. 1285 H) berkata:
“Allah memerintahkan Nabi-Nya agar mengancam orang yang mencintai keluarganya, harta kekayaannya, sukunya, dan rumahnya, kemudian melebihkannya atau sebagiannya daripada amalan-amalan yang diwajibkan oleh Allah, yang dicintai dan diridhoi oleh Allah, seperti hijrah, jihad, dan semacamnya”. (Fathul Majid, hlm: 309, penerbit: Dar Ibni Hazm)
KEWAJIBAN MAHABBAH FILLAH WAL BUGH-DHU FILLAH (MENCINTAI KARENA ALLAH DAN MEMBENCI KARENA ALLAH)
Ketika seorang hamba mencintai Allah, maka di antara konsekwensinya adalah mahabbah fillah (mencintai karena Allah), yaitu mencintai apa yang dicintai oleh Allah.
Seperti mencintai wali-wali (kekasih-kekasih) Allah dari kalangan para Rosul dan orang-orang sholih. Mencintai Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, mencintai sahabat Muhajirin dan Anshar, dan mencintai kaum Muslimin, sesuai dengan tingkat ketaatan mereka.
Demikian juga termasuk konsekwensi mencintai Allah adalah membenci karena Allah.
Seperti membenci musuh-musuh Allah dari kalangan orang-orang kafir, orang-orang musyrik, dan orang-orang yang menentang agama.
Karena kecintaan yang sempurna mengharuskan mencocoki orang yang dicintai di dalam apa yang dicintai dan apa yang dibenci, pembelaannya dan permusuhannya.
Allah Ta’ala berfirman:
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ”
وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
” أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. (QS. Al-Mujadilah/58: 22)
Dan sesungguhnya mencintai karena Allah dan membenci karena Allah merupakan ikatan tali iman yang paling kokoh.
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: كُنَّا جُلُوسًا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
” فَقَالَ: «أَيُّ عُرَى الْإِسْلَامِ أَوْثَقُ؟»، قَالُوا: ” الصَّلَاةُ
” قَالَ: «حَسَنَةٌ، وَمَا هِيَ بِهَا؟» قَالُوا: ” الزَّكَاةُ
” قَالَ: «حَسَنَةٌ، وَمَا هِيَ بِهَا؟» قَالُوا: ” صِيَامُ رَمَضَانَ
” قَالَ: «حَسَنٌ، وَمَا هُوَ بِهِ؟» قَالُوا: ” الْحَجُّ
” قَالَ: «حَسَنٌ، وَمَا هُوَ بِهِ؟» قَالُوا: ” الْجِهَادُ
“قَالَ: “حَسَنٌ، وَمَا هُوَ بِهِ؟
” قَالَ: ” إِنَّ أَوْثَقَ عُرَى الْإِيمَانِ أَنْ تُحِبَّ فِي اللَّهِ، وَتُبْغِضَ فِي اللَّهِ
Dari Al-Baraa’ bin ‘Azib, dia berkata:
Kami sedang duduk di dekat Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam.
Beliau bertanya: “Ikatan tali Islam manakah yang paling kokoh?” Mereka menjawab: “Sholat”.
Beliau bersabda: “Sholat itu baik, dan apa yang selain itu?” Mereka menjawab: “Zakat”,
Beliau bersabda: “Zakat itu baik, dan apa yang selain itu?” Mereka menjawab: “Puasa Ramadhan”.
Beliau bersabda: “Puasa itu baik, dan apa yang selain itu?” Mereka menjawab: “Haji”.
Beliau bersabda: “Haji itu baik, dan apa yang selain itu?” Mereka menjawab: “Jihad”.
Beliau bersabda: “Jihad itu baik, dan apa yang selain itu?”
Beliau bersabda: “Ikatan keimanan yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”
(HR. Ahmad, no. 18524. Sanad hadits ini lemah, namun dikuatkan hadits-hadits lain. Sehingga dihasankan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad; juga oleh Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah Ash-Shohihah, no. 998 dan 1728)
Tentang makna “mencintai karena Allah dan membenci karena Allah” dijelaskan di dalam kitab Fathur Rabbaniy, 19/154:
“Artinya: kamu mencintai orang sholih karena keadaannya sebagai orang sholih, bukan karena alasan lain, dan kamu membenci orang fasiq (pelaku dosa besar) karena kefasiqannya (dosa besarnya), bukan karena alasan lain”.
Tetapi kebencian karena Allah tidak boleh sampai berbuat zhalim, tidak boleh sampai meninggalkan sikap adil.
Allah Ta’ala berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ”
وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا
” اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.
Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah/5: 8)
SESEORANG AKAN DIKUMPULKAN DENGAN ORANG YANG DICINTAINYA.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan:
: عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
” جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ:” يَا رَسُولَ اللَّهِ، الرَّجُلُ يُحِبُّ الرَّجُلَ، وَلَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَعْمَلَ كَعَمَلِهِ
” فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:” الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
” فَقَالَ أَنَسٌ: ” فَمَا رَأَيْتُ أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرِحُوا بِشَيْءٍ قَطُّ، إِلَّا أَنْ يَكُونَ الْإِسْلَامَ مَا فَرِحُوا بِهَذَا، مِنْ قَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ أَنَسٌ: ” فَنَحْنُ نُحِبُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا نَسْتَطِيعُ أَنْ نَعْمَلَ كَعَمَلِهِ
” فَإِذَا كُنَّا مَعَهُ فَحَسْبُنَا
Dari Anas bin Malik, dia berkata:
Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata: “Wahai Rasulullah, ada seseorang mencintai orang lain, namun dia tidak mampu beramal seperti amalanya?”.
Maka Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang itu akan bersama dengan orang yang dicintainya.”
Anas berkata: “Saya belum pernah melihat para sahabat Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bergembira terhadap apapun, -kecuali kegembiraan terhadap Islam-, sebagaimana mereka bergembira terhadap sabda Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam ini”.
Anas berkata: “Kami mencintai Rasulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam, tapi tidak mampu beramal seperti amalan beliau. Maka jika kami bersama beliau, itu sudah cukup bagi kami.”
(HR. Ahmad, no. 13316; dishohihkan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth)
FENOMENA HARI-HARI INI
Apa yang kita lihat di hari-hari ini, sebagian Kaum Muslimin menampakkan kecintaan dan penghormatan berlebihan kepada pemimpin Nashoro, tentu bertentangan dengan prinsip mahabbah fillah wal bugh-dhu fillah (mencintai karena Allah dan membenci karena Allah).
Tidakkah orang-orang tersebut merasa takut kepada Allah?
Tidakkah orang-orang tersebut merasa takut akan dikumpulkan di akherat bersamanya?
Hanya kepada Allah kami mengadu tentang ghurbatul Islam (keterasingan ajaran Islam).
Wallohul Musta’an.
Demikianlah sedikit tulisan tentang mahabbah fillah, semoga Allah memberikan di dalam hati kita kecintaan kepada para Nabi dan orang-orang shalih, sehingga akan dikumpulkan bersama mereka di dalam sorga-Nya. Wallahul Muwaffiq***.
Disusun oleh: Abu Isma’il Muslim al-Atsari
Kamis, Bakda Isya’,
2-Robi’ul Awwal-1446 H / 05-September-2024 M
11/09/24 17.35 – Ust Muslim: Pesan ini dihapus
11/09/24 20.21 – Ust Muslim: MANFAATKAN LIMA KEADAAN, SEBELUM LIMA KEADAAN!
HADITS IBNU ABBAS
: عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِرَجُلٍ وَهُوَ يَعِظُهُ
اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ ”
1. شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ
2. وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ
3. وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ
4. وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ
5.” وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Dari Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata:
Rosulullah sholallohu ‘alaihi wa sallam bersabda menasihati seorang pria:
“Manfaatkan lima hal sebelum lima hal:
1. Masa muda-mu sebelum masa tua-mu,
2. Sehat-mu sebelum sakit–mu,
3. Kaya-mu sebelum kemiskinan-mu
4. Waktu luang-mu sebelum sibuk-mu,
5. Dan hidup-mu sebelum kematian-mu”.
(HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrok, no. 7846; Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no. 9767)
DERAJAT HADITS:
Para Ulama Ahli Hadits menyatakan bahwa hadits ini shohih, di antara mereka:
1. Imam Al-Hakim, wafat th. 405 H.
Beliau berkata setelah meriwayatkannya:
“Hadits ini shahih menurut syarat dua syaikh (Al-Bukhori dan Muslim), namun mereka tidak meriwayatkannya”. (Al-Mustadrok, no. 7846)
2. Imam Adz-Dzahabiy, wafat th. 748 H.
Beliau menyetujui Imam Al-Hakim. (Ta’liq Al-Mustadrok, no. 7846)
3. Syaikh Ahmad bin Shidiq Al-Ghumari, wafat th. 1380 H.
Beliau menshohihkannya di dalam kitab Al-Mudawi li ‘ilal al-Jami’ush Shoghir wa Syarhay al-Munawi, 2/32.
4. Syaikh Al-Albani, wafat th. 1420 H.
Beliau menshohihkannya di dalam Shohih at-Targhib, no. 3355 dan di dalam Shohih al-Jami’, no. 1077.
5. Syaikh Abdul Qodir Al-Arnauth, 1425 H.
Beliau menshohihkannya di dalam Jami’ul Ushul, 1/392, catatan kaki, no. 3.
JALUR LAIN:
Hadits ini juga diriwayatkan secara mursal, yaitu dari tabi’in yang bernama ‘Amr bin Maimun al-Audiy, dari Nabi sholallohu ‘alaihi wa sallam.
Hadits ini lemah, namun bisa menjadi penguat.
Sehingga hadits di atas lebih kuat, walaupu tanpa jalur lain ini, sanadnya sudah shohih
Para ulama yang meriwayatkan dari jalur ini, antara lain:
1. HR. Ibnul Mubarok dalam Az-Zuhud war Roqoiq, no. 2
2. HR. Al-Khothib Al-Baghdadiy dalam Iqtidhoul ilmi al-‘Amal, no. 170
3. HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman, no. 9768
4. HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf, no. 34319
5. HR. Al-Qudhoi dalam Musnad asy-Syihab, no. 729
6. HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’, 4/148
KETERANGAN HADITS:
1. “Manfaatkan lima hal sebelum lima hal”,
Abul Hasan Al-Mubarokpuri (wafat th. 1414 H) berkata:
“Artinya, jadikanlah hal-hal itu sebagai keberuntungan dan anggaplah sebagai kenikmatan. Artinya: lakukan amal-amal sholih di masa muda.
Demikian juga di masa sehat, kaya, waktu luang dan hidup”.
(Al-Mafatih fii Syarhil-Mashobih, 5/282)
2. “Masa muda-mu sebelum masa tua-mu”,
Syaikh Abul Laits As-Samarqondi (wafat th. 373 H) berkata:
“Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan banyak ilmu dalam lima hal ini.
Karena seseorang mampu melakukan hal-hal di masa mudanya yang tidak mampu dilakukannya di masa tuanya.
Dan karena jika seorang pemuda sudah terbiasa berbuat dosa, maka di masa tuanya ia tidak akan bisa menjauhinya.
Hendaknya pemuda membiasakan amal-amal sholih di masa mudanya, agar mudah melakukan amal-amal sholih di masa tuanya”.
(Tanbihul Ghofilin bi Ahadits Sayyidil Anbiya’ wal Mursalin, hlm. 37)
3. “Sehat-mu sebelum sakit–mu”,
Syaikh Abul Laits As-Samarqondi (wafat th. 373 H) berkata:
“Sabda beliau ‘Sehat-mu sebelum sakit–mu’,
karena orang yang sehat itu berkuasa terhadap urusan hartanya dan jiwanya.
Maka sepantasnya orang yang sehat hendaknya memanfaatkan kesehatannya dan berusaha beramal shalih dengan harta dan tubuhnya.
Karena jika dia jatuh sakit, maka tubuhnya menjadi lemah dan tidak mampu melakukan ketaatan, dan harta bendanya menjadi terbatas, (dia tidak boleh mewasiatkannya) kecuali sepertiganya”.
(Tanbihul Ghofilin bi Ahadits Sayyidil Anbiya’ wal Mursalin, hlm. 37)
Al-Hafizh Ibnu Hajar (wafat th. 852 H) berkata:
“Artinya, lakukanlah apa yang bermanfaat bagimu setelah kematianmu.
Bersegeralah beramal sholih di hari-hari sehatmu, karena penyakit bisa datang dan menghalangi dari beramal.
Maka orang yang mengabaikannya, dikhawatirkan akan sampai di Hari Kebangkitan tanpa perbekalan”. (Fathul Bari, 11/235)
4. “Kaya-mu sebelum kemiskinan-mu”,
Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, (wafat th. 1420 H) berkata:
“Jika Anda punya harta, manfaatkanlah pintu-pintu kebaikan.
Anda tidak tahu apa yang akan terjadi.
Subhaanalloh! Orang miskin tidak tahu kapan ia akan menjadi kaya,
dan orang kaya tidak tahu kapan ia akan menjadi miskin.
Berapa banyak orang yang pernah berada di puncak dan sekarang berada di jurang yang dalam!
Artinya: Selama Anda mempunyai harta di tanganmu, dan Anda mempunyai kecukupan, serta harta yang berlimpah, maka berbuatlah kebaikan.
Mungkin kebaikan yang Anda lakukan akan menjaga harta Anda.
Barangsiapa berbuat kebaikan, tidak akan kehilangan balasannya.
Kebaikan tidak hilang antara Alloh dengan manusia”.
(Syarah Hadits Arba’in, 7/82, penomoran Maktabah Syamilah)
5. “Waktu luang-mu sebelum sibuk-mu”,
Syaikh Abul Laits As-Samarqondi (wafat th. 373 H) berkata:
“Waktu luangmu sebelum sibuk-mu, artinya pada malam hari adalah waktu luang, sedangkan pada siang hari adalah waktu sibuk, maka hendaknya dia shalat pada malam hari ketika waktu luang-nya, dan berpuasa pada siang hari, pada waktu sibuk, terutama pada saat musim dingin”.
(Tanbihul Ghofilin bi Ahadits Sayyidil Anbiya’ wal Mursalin, hlm. 37)
Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, (wafat th. 1420 H) berkata:
“Ini adalah nasihat yang kami berikan kepada para penuntut ilmu, pertama-tama ia harus memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar sebelum ia meninggalkan studinya dan kembali menuju kehidupan (di masyarakat), serta menghadapi masalah-masalah praktis.
Selama masa studi ia fokus padanya. Setelah lulus, mendapatkan gelarnya, dan terjun ke dunia kehidupan, ia akan mengalami kesibukan.
Kesibukan pertama yang ia temukan adalah istri dan anak-anaknya”.
(Syarah Hadits Arba’in, 7/82, penomoran Maktabah Syamilah)
6. “Dan hidup-mu sebelum mati-mu”,
Syaikh Abul Laits As-Samarqondi (wafat th. 373 H) berkata:
“Sebab selama manusia masih hidup, ia mampu beramal, namun jika ia meninggal, maka terputuslah amal-nya.
Maka sepantasnya seorang mukmin tidak menyia-nyiakan hari-harinya yang tidak kekal, dan memanfaatkan untuk hari-harinya yang kekal.
Seorang yang bijak berkata dalam bahasa Persia, artinya:
‘Jika kamu ketika masih seorang anak kecil, kamu bermain dengan anak-anak kecil,
jika kamu ketika masih muda, kamu lalai dalam hiburan (nyanyian),
dan jika kamu sudah tua, kamu menjadi lemah,
maka kapan kamu beramal untuk Alloh Ta’ala?’
Artinya, Anda tidak akan bisa beribadah kepada Alloh Ta’ala setelah Anda meninggal, tetapi Anda hanya bisa berusaha keras selama hidup Anda.
Hendaknya Anda mempersiapkan kedatangan Malaikat Maut dan mengingatnya setiap saat, karena dia tidak lalai terhadap-mu”.
(Tanbihul Ghofilin bi Ahadits Sayyidil Anbiya’ wal Mursalin, hlm. 38)
Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, (wafat th. 1420 H) berkata:
“Kehidupan ada di hadapanmu, tetapi kematian tidak bersamamu dan tidak ada di tanganmu.
Alloh Yang Maha Kuasa telah menetapkan ajal untuk setiap makhluk.
Alloh Ta’ala berfirman:
” فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ “
Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya. (QS. Al-A’roof/7: 34)
(Syarah Hadits Arba’in, 7/82, penomoran Maktabah Syamilah)
FAWAID HADITS:
Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits ini, antara lain:
1. Nabi Muhammad sholallohu ‘alaihi wa sallam mengajarkan ilmu yang banyak dalam kalimat-kalimat yang ringkas.
2. Bersegera melakukan amal-amal sholih di masa muda, di masa sehat, kaya, waktu luang dan hidup, sebelum datang kebalikannya yang akan menghalangi beramal.
3. Anak muda hendaknya membiasakan amal-amal sholih di masa mudanya, sebelum datang masa tua yang menghalangi dari beramal.
4. Orang yang sehat hendaknya memanfaatkan kesehatannya dan berusaha beramal shalih dengan harta dan tubuhnya, sebelum datang sakit yang menghalangi dari beramal.
5. Adanya penyakit merupakan salah satu tanda kekuasaan Alloh, bisa datang sewaktu-waktu, dan menghalangi dari beramal.
6. Orang yang punya harta, hendaklah memanfaatkan pintu-pintu kebaikan, sebelum datang kemiskinan yang menghalangi dari beramal.
7. Orang miskin bisa menjadi kaya, dan orang kaya bisa menjadi miskin. Ini realita tanda kekuasaan Alloh Ta’ala, dan semua sebagai ujian.
8. Setiap orang memiliki waktu sibuk dan waktu luang.
Maka seseorang hendaklah memanfaatkan waktu luangnya.
Seperti malam hari adalah waktu luang untuk shalat malam.
Atau penuntut ilmu memiliki waktu luang di waktu studinya.
9. Selama manusia masih hidup, ia mampu beramal, namun jika ia meninggal, maka terputuslah amal-nya.
Kecuali beberapa perkara yang dijelaskan di dalam hadits. Seperti sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholih yang mendoakan.
10. Kematian merupakan salah satu tanda kekuasaan Alloh, bisa datang sewaktu-waktu, maka ketika masih hidup hendaklah seseorang memanfaatkan untuk iman dan amal sholih.
Inilah sedikit penjelasan tentang hadits yang agung ini.
Semoga Alloh selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju sorga-Nya yang penuh kebaikan.
Penulis : Ustadz Muslim Atsari Hafidzahullah Ta'ala
Sumber Berita : Grup Whatsapp Majlis Quran Hadits Ikhwan









